Kamis, 04 Oktober 2012

terites

teritesIndonesia memang sangat kaya dan salah satu kekayaan indonesia adalah begitu banyaknya kuliner khas yang ada. Tiap daerah di indonesia mulai dari aceh hingga papua memiliki kuliner yang sangat beragam. Kali ini saya akan coba hadirkan sedikit ulasan tentang salah satu kuliner khas tanah karo sumatra utara yang yang bernama terites atau biasa juga di sebut pagit-pagit.

Menurut saya terites adalah salah satu kuliner yang sangat unik dan ekstrim, jika sate ulat di papua berbahan dasar ulat maka terites adalah masakan yang berbahan dasar berbagai macam sayuran yang di ambil dari perut besar sapi, kerbau atau kambing yang belum di cerna.

Terites ini adalah jenis kuliner yang berbentuk sup dan kuah berwarna coklat dengan rasa sedikit pahit dan karena berbahan dasar sayur “jeroan” maka untuk menghilangkan bau dan rasa pahitnya biasanya di tambahkan bumbu dan juga beberapa sayuran yang masih “normal”. Untuk lebih jelasnya silahkan lihat resep dan cara membuat terites disini.

Walaupun makanan ini terasa sangat aneh buat saya ternyata makanan ini di percaya bisa menyembuhkan maag dan melancarkan pencernaan, selain itu karena sayuran yang di ambil belum sempat di cerna oleh yang hewan jadi terites ini juga masih memiliki nilai gizi yang tinggi.

Terites bisa di bilang adalah kuliner yang spesial, bukan hanya karena bahan yang di gunakan tetapi juga karena terites hanya di sajikan saat acara-acara tertentu dan waktu –waktu tertentu, seperti pesta panen, acara rumah baru dll. Tetapi karena permintaan yang makin besar kini ada sebagian kecil warung di tana karo yang juga menyediakan makanan ini, jadi anda tidak harus menunggu panen untuk bisa menikmati terites ini. (resep masakan indonesia)

Warga Afsel Makan Kotoran Sapi Biar Bisa Minum Obat HIV

Johannesburg, Agar efeknya bisa maksimal, obat-obat Antiretro Viral (ARV) untuk HIV tidak dianjurkan diminum saat perut kosong. Namun seorang pasien di Afrika Selatan terlalu miskin untuk beli makan dan terpaksa mengisi perut dengan kotoran sapi.

Pasien yang malang ini adalah Sibongile Khumalo (45 tahun), ibu 4 anak yang tidak punya pekerjaan dan menggelandang di Tin Town, Provinsi KwaZulu-Natal. Sejak 5 tahun lalu, ia didiagnosis mengidap infeksi mematikan, Human Imunnodeficiency Virus (HIV).

Untuk bisa bertahan hidup, ia harus mengonsumsi obat-obat ARV secara rutin. Masalahnya, dokter menganjurkan agar obat-obat ini tidak dikonsumsi dalam kondisi perut kosong sementara kondisi ekonomi Khumalo terlalu miskin untuk bisa beli makan.

Apa boleh buat, perempuan ini setiap hari mengumpulkan kotoran sapi untuk dikeringkan. Kotoran yang sudah kering ini kemudian dimakannya untuk mengisi perut, sekedar memenuhi 'syarat' supaya bisa minum ARV karena hidup matinya memang tergantung pada obat tersebut.

"Saya harus makan, tidak ada pilihan lain, saya bisa mati kalau tidak begini. Saya tidak bisa minum obat ARV kalau perut saya kosong. Sudah sejak setahun terakhir saya bertahan hidup dengan cara ini," kata Khumalo seperti dikutip dari Dailymail, Selasa (28/2/2012).

Meski sudah menjadi pengidap HIV sejak 5 tahun terakhir, Khumalo baru setahun harus benar-benar berhadapan dengan kemiskinan yang begitu parah. Ia tidak punya penghasilan apapun sejak kehilangan pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga dengan gaji sekitar Rp 65 ribu/hari.

Khumalo juga tidak bisa berharap pada jaminan sosial, karena sebagai gelandangan ia tidak punya tempat tinggal permanen apalagi kartu tanda penduduk. Dan menurut laporan The Sunday Times, ada ratusan warga miskin lainnya di Afrika Selatan yang bernasib seperti Khumalo.

Mengganti makanan dengan kotoran sapi jelas bukan solusi yang tepat jika tujuannya supaya bisa minum obat. Dr Dave Spencer, pakar HIV dari Right to Care yang bertugas di Johannesburg mengatakan Khumalo justru menghadapi risiko lain yang sama fatalnya.

"Kotoran sapi mengandung bakteri dan kuman yang berbahaya bagi manusia. Memakan kotoran sapi tidak akan menolong pengobatan HIV, malah kandungan bakteri berbahaya dari perut binatang seperti E coli bisa memicu berbagai penyakit diare," kata Dr Spencer.

Dibanding negara lain di dunia, Afrika Selatan termasuk wilayah yang paling banyak memiliki jumlah pengidap HIV yakni mencapai 17 persen atau sekitar 6 juta orang yang terinfeksi. Kemiskinan dan gizi buruk merupakan faktor utama yang menyumbang kematian akibat HIV di wilayah ini.